Gelar FGD, MUI Makassar Diskusikan Status Anak dari Nikah Siri Poligami

IMG 20250910 WA0041
creativenews.id"

MAKASSAR, CREATIVENEWS – Komisi Hukum, HAM dan Perundang-undangan Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Status Hukum Anak dari Ibu Dipoligami Melalui Nikah Siri Perspektif Putusan MK No.46/PUU/VIII/2010” di Hotel Marina, Makassar. Rabu (10/9/2025)

 

Bacaan Lainnya

FGD ini bertujuan untuk membahas dan menganalisis status hukum anak dari ibu dipoligami melalui nikah siri dalam perspektif putusan MK No.46/PUU/VIII/2010. Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang lebih baik tentang isu ini dan implikasinya dalam masyarakat.

 

FGD ini menghadirkan dua narasumber yang berkompeten di bidang hukum yaitu, Prof. Dr. H. Marilang, SH, M.Hum (Ketua Komisi Hukum dan HAM dan Perundang-undangan MUI Kota Makassar) dan Dr. Drs. Khaeril R, SH, MH (Kepala Pengadilan Tinggi Agama Makassar).

 

Wali Kota Makassar, yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan Hukum dan Politik, H. Akhmad Namsum, S.Ag.,M.M, memberikan apresiasi kepada MUI Kota Makassar atas terselenggaranya FGD ini. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang status hukum anak dari ibu dipoligami melalui nikah siri dan implikasinya dalam masyarakat.

 

“Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU/VIII/2010 menjadi tonggak penting, karena membuka ruang pengakuan hukum terhadap anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, termasuk dari pernikahan siri. Putusan ini menegaskan bahwa anak memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya, serta dapat menuntut pengakuan dari ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan secara sah, termasuk melalui teknologi DNA” tuturnya.

 

Dia menambahkan, bahwa persoalan status hukum anak adalah isu fundamental dalam kehidupan bermasyarakat, karna anak adalah amanah dan titipan Allah SWT.

 

“Dari sisi agama, kita tentu merujuk pada ajaran Islam yang menempatkan perlindungan terhadap anak sebagai bagian dari maqashid syariah menjaga keturunan (hifdzun nasl). Sementara dari sisi negara, konstitusi dan undang-undang memberikan jaminan perlindungan anak tanpa diskriminasi,” jelasnya.

 

Ketua Majelis Ulama Kota Makassar, Dr. K.H Baharuddin, menyampaikan tema ini menarik dan perlunya dicermati. Yang dimaksud dengan pernikahan siri apakah anak lahir diluar nikah atau anak tidak dicatat sehingga dikatakan siri itu yang jadi permasalahan.

 

“Dalam ilmu fiqih anak yang lahir diluar nikah itu dii nisbatkan ke ibunya bukan ke bapaknya, tapi kalau yang maksud anak itu tidak tercacat itu dikatakan sah, dalam hukum Islam nisbahkan ke bapaknya, tetapi bukan bapak biologis melainkan bapak sari,” terangnya.

 

Kegiatan ini melibatkan peserta dari KUA, penyuluh dan Imam 15 kecamatan yang ada di Kota Makassar.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *