MAKASSAR, CREATIVENEWS – Indonesia membutuhkan adanya regulasi yang melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam bertransaksi di pasar digital, sinergitas atau integrasi dalam pendataan kemitraan, peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta peningkatan edukasi bagi pelaku UMKM.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), M. Fanshurullah Asa, tekankan pada pertemuannya dengan Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki, hari ini, (21/02/2024) di Kantor Kementerian Koperasi dan UKM Jakarta, membahas
Keempat strategi tersebut sejalan dengan prioritas pemerintah untuk mendorong jumlah kemitraan UMKM, pemanfaatan platform digital oleh UMKM dalam bertransaksi, serta meningkatkan digitalisasi layanan pemerintahan.
M. Fanshurullah menggaris bawahi pentingnya meningkatkan dan melindungi kemitraan UMKM.
Turut hadiri oleh jajaran Anggota KPPU, seperti Budi Joyo Santoso, Moh. Reza, Eugenia Mardanugraha, Gopprera Panggabean, dan Hilman Pujana.
“Dijelaskan bahwa UMKM memainkan peranan penting dalam perekonomian nasional. Karena dengan jumlahnya yang mencapai 64,2 juta, UMKM mampu berkontribusi terhadap 61% produk domestik bruto Indonesia dengan nilai Rp8.573,89 triliun, selain itu UMKM juga mampu menyerap 97% total angkatan kerja dan menarik hingga 60% total investasi di Indonesia. Untuk itu penting bagi Pemerintah untuk mengembangkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global melalui kemitraan, “Tutur Fanshurullah.
KPPU juga mencatat bahwa pengelolaan kemitraan UMKM berada di berbagai Kementerian/Lembaga dan pemerintah provinsi, sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Pengelolaan tersebut lebih diarahkan pada peningkatan jumlah UMKM yang bermitra, khususnya akses pada modal maupun pasar.
Saat ini, dari target 11% UMKM telah menjalin kemitraan pada tahun 2024, baru terealisasi 7%. Artinya dibutuhkan strategi bagi akselerasi dan peningkatan sinergi antar Kementerian/Lembaga untuk mencapai target tersebut.
Ada 4 (empat) strategi yang dikemukakan Ketua KPPU, yakni pembuatan regulasi yang melindungi UMKM dalam bertransaksi di pasar digital, integrasi pendataan kemitraan, peningkatan efek jera bagi pelanggar kemitraan, serta peningkatan edukasi bagi UMKM terkait kemitraan.
KPPU menilai bahwa salah satu cara untuk meningkatkan daya saing UMKM di pasar domestik dan global adalah menggunakan akses ke teknologi. Dari target 50% (atau 32,1 juta) dari UMKM Indonesia telah go-digital pada tahun 2024, telah terpenuhi sekitar 24,8 juta UMKM yang go-digital.
Tahun ini diproyeksikan mencapai 30 juta UMKM. Dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, semakin meningkat kebutuhan UMKM untuk dilindungi di pasar digital tersebut. Untuk itu kata Fanshurullah, dibutuhkan suatu regulasi atau peraturan perundang-undangan yang mampu melindungi UMKM dalam memasarkan produknya di pasar digital.
“Regulasi ini dibutuhkan dalam mencegah praktik monopoli, penyalahgunaan data, maupun penyalahgunaan posisi dominan oleh pemilik platform. Berbagai negara telah mengadopsi hal tersebut, seperti Eropa, Korea Selatan, dan Thailand. Indonesia patut memiliki peraturan serupa dalam melindungi UMKM kita dalam bersaing dalam pasar digital”, jelasnya.
Perlindungan UMKM di pasar digital juga sangat penting jika dilihat pada sisi perlindungan data, karena produk UMKM rentan untuk ditiru. Terlebih baru 11% UMKM Indonesia hingga tahun 2023 yang telah mendaftarkan produk-produk hasil kekayaan intelektual ciptaannya. Karenannya KPPU mendorong Kementerian Koperasi dan UKM agar adanya regulasi atau peraturan perundang-undangan untuk melindungi UMKM di pasar digital patut disegerakan.
“Peraturan perundang-undangan, seperti undang-undang atau pada tahap awal, peraturan Menteri untuk melindungi pelaku UMKM di pasar digital patut disegerakan”, tegasnya
Selain itu ada strategi kedua, diperlukannya pendataan atas kemitraan sebagai bagian dari integrasi sistem perizinan berusaha. Saat ini baru ada sekitar 5,8% UMKM yang memiliki nomor induk berusaha.
Kondisi ini akan mempersul