JAKARTA, CREATIVENEWS – Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) menilai melemahnya kesadaran keagamaan dan longgarnya tata nilai masyarakat menjadi faktor utama meningkatnya kasus perselingkuhan dan perzinaan di Indonesia.
Menteri Agama RI Prof. Dr. KH. Nazaruddin Umar, MA, menegaskan komitmennya untuk menekan angka perceraian yang dinilainya sudah berada pada kondisi “lampu kuning”. Hal itu disampaikan dalam kunjungan kerja ke Makassar, Kamis (30/10/2025).
“Tidak ada negara besar yang tumbuh di atas masyarakat yang berantakan, dan berantakannya itu karena rumah tangganya berantakan. Jika individu kuat, insyaallah rumah tangganya kuat. Jika rumah tangga kuat, masyarakat akan solid, dan otomatis negaranya juga kuat,” ujar Menag usai menghadiri temu konsolidasi pengurus BP4 Sulsel bertema “Bersama BP4 Wujudkan Keluarga Sakinah Menuju Indonesia Emas 2045” di Hotel Novotel, Makassar.
Nazaruddin mengungkapkan, perubahan pola pikir masyarakat yang semakin permisif terhadap perilaku menyimpang turut memperparah kondisi sosial.
“Dulu orang malu melakukan maksiat, sekarang ini cuek. Sikap cuek ini juga menjadi faktor penyebab maraknya pelanggaran moral,” ujarnya dalam sebuah wawancara.
Selain faktor moral, kemajuan teknologi juga disebut berperan besar dalam meningkatnya kasus perselingkuhan. Akses mudah melalui ponsel dan media sosial membuat komunikasi dan pertemuan terlarang semakin sulit dibatasi.
“Dengan adanya handphone, orang bisa janjian, bisa membuka apa saja. Kalau kita tidak kuat menahan diri, kita akan jadi budak media,” jelasnya.
Menag Nazaruddin berharap masyarakat lebih bijak dalam memanfaatkan teknologi dan media sosial.
“Kami ingin mendorong pendewasaan dalam bersosial media agar masyarakat bisa mengendalikan diri dan menjaga moralitas,” tambahnya.
Kata Nazaruddin selain persoalan moral dan perceraian, BP4 juga menyoroti fenomena pernikahan dini yang masih marak terjadi di berbagai daerah. Faktor penyebabnya antara lain tradisi, kondisi ekonomi, hingga kehamilan di luar nikah.
“Kadang masyarakat memilih menikahkan anaknya karena malu jika melahirkan tanpa suami. Secara sosiologis, mereka merasa beban sosialnya berkurang setelah menikah,” tuturnya.
Berdasarkan catatan BP4, terdapat sedikitnya 13 faktor penyebab utama pernikahan dini dan masalah rumah tangga lainnya, di antaranya ekonomi, cacat tubuh, perbedaan status sosial, pendidikan, usia, hingga keluarga yang terpisah karena pekerjaan seperti TKI dan TKW.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, Nazaruddin menilai diperlukan pendekatan yang komprehensif dan berkelanjutan.
“Kami terus melakukan pembinaan dan sosialisasi melalui berbagai saluran, termasuk media sosial. Kami juga mengajak media untuk memberikan masukan dan membantu menyebarkan informasi positif,” tutupnya.






