MAKASSAR, CREATIVENEWS – Direktur Bisnis Perum Bulog, Febby Novita, bersama Kepala Perum Bulog Wilayah Sulsel-Sulbar, Fahrurozi, meninjau langsung ketersediaan dan harga beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan) di Pasar Pa’baeng-baeng, Makassar, Rabu, 30 Juli 2025.
Kegiatan ini dilakukan untuk memastikan beras subsidi tersebut tersedia dan terjual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
“Memastikan ketersediaan beras SPHP yang sekarang sedang dikontrol oleh pemerintah itu ada di pasar-pasar dengan kualitas dan harga yang sesuai ditetapkan,” kata Febby.
Dalam pantauannya, Febby menyatakan beras SPHP sangat diminati masyarakat karena harga beberapa jenis beras lainnya tengah melonjak.
“Tadi kita sudah dari pasar-pasar, dan saya lihat pedagangnya juga bilang bahwa beras ini (SPHP) sangat diminati masyarakat karena saat ini memang beberapa produk beras, karena mungkin belum dipanen, harganya agak tinggi. Sehingga beras dari SPHP ini sangat membantu masyarakat punya pilihan beras dengan harga terjangkau,” ujarnya.
Dari hasil pengecekan, harga beras SPHP maksimal Rp12.500 per kilogram atau Rp62.500 per 5 kilogram.
“Kita lihat di sini, harga tadi maksimal Rp12.500 per kilogram atau 5 kilonya Rp62.500. Kita tanya tadi, boleh dibuka nggak? Ada yang mau beli 1 liter? Katanya nggak boleh dibuka. Terus, ada nggak yang mau beli 20 kilo? Ada, tetapi tidak boleh karena maksimal 2 pack per orang,” jelasnya.
Febby juga menegaskan bahwa distribusi beras SPHP masih sesuai dengan arahan pusat dan tetap menjaga harga sesuai HET.
“Jadi alhamdulillah, kalau dari pemantauan kami, semuanya sesuai dengan apa yang sudah diarahkan, bahwa maksimal 2. Lalu kita juga turunkan dari Bulog, memberikan arahan ke seluruh wilayah, agar satu, tetap pada harga eceran tertinggi. Intinya begitu,” tambahnya.
Terkait tingginya harga beras di pasar, ia menyebutkan bahwa kondisi ini terjadi karena belum masuk musim panen raya.
“Mudah-mudahan pertengahan Agustus sudah ada panen dan semoga bisa turun,” lanjutnya.
Ia juga mengakui adanya masyarakat yang hanya mampu membeli beras dalam jumlah kecil.
“Memang ada masyarakat yang tidak bisa membeli langsung 5kg jadi ambilnya perliter,” tuturnya.
Namun di sisi lain, ia juga mencatat ada beberapa pedagang yang menjual beras di atas HET karena faktor biaya distribusi.
“Tentunya karena mereka dapat harga sudah dengan distribusi dan ongkos yang lebih dan lumayan tinggi dan ada beberapa yang di atas HET,” ungkapnya.
Salah seorang Pedagang beras di Pasar Pa’baeng-baeng bernama Intan mengaku harga beras premium mengalami kenaikan sejak awal Juli 2025.
Ia menyebut harga saat ini mencapai Rp17.000 per kilogram.
“Masih naik, harganya sekarang sudah Rp17 ribu sejak bulan ini bulan Juli, kalau bulan sebelumnya masih aman,” ujarnya.
Meskipun harga naik, menurutnya minat beli masyarakat masih stabil.
“17 ribu sudah naik sejak Juli, lancar ji cuman harga nya saja yang naik,” kata Intan.
“tidak berpengaruh ke pembeli, tetap juga beli,” tambahnya.
Namun, ia merasa pemerintah sulit menurunkan harga karena faktor pasokan.
“tapi kayaknya tidak bisa dikasi turun pemerintah, karena memang harganya dari sana, kalau harapannya bisa dikasi turun,” jelasnya.
Hal berbeda disampaikan oleh pedagang lain, H. Ambo Sema. Ia mengaku kesulitan menjual beras non-subsidi yang ia beli dari daerah seperti Sidrap dan Soppeng.
“Sepanjang ada ini (SPHP), susah laku beras (eceran), itu laku (SPHP) karena murah, ini (beras dari daerah) susah laku, mau jual murah rugiki, jadi terpaksa ditahan. Modalnya 15 ribu, ini (SPHP) 11 ribu (modalnya),” ujarnya.
Saat ditanya lebih lanjut, Ambo menyebut berasnya berasal dari Sidrap, Soppeng, dan Jeneponto. Ia mengaku tidak tahu pasti jenis berasnya, namun memastikan bukan kategori beras premium.
Harga jualnya pun masih sulit bersaing dengan beras SPHP.
“Ini beras (dari luar daerah) modalnya 15 Ribu, dijual sedikit yang penting ada untungnya,” katanya.
“Bagus pemerintah (keluarkan beras SPHP) untuk mengimbangi, tapi susah jual
beras lainnya, mau dijual murah tapi rugiki,” tutupnya.