MAKASSAR, CREATIVENEWS – Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pengangguran di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) mencapai 238.800 orang. Data ini tercatat per Februari 2025. Jika dibandingkan pada tahun 2024, angka pengangguran naik 3,97 persen atau sebanyak 8.123 orang.
BPS mencatat jumlah angkatan kerja di Sulsel saat ini sebanyak 4,82 juta orang.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulsel, Jayadi Nas menyebutkan fenomena persoalan sejumlah pengangguran adalah fenomena global, bukan hanya di Indonesia dan di Sulsel, tapi dunia juga mengalami hal yang sama.
Menurutnya ada berbagai faktor penyebab meningkatnya pengangguran, diantaranya, kondisi ekonomi global melemah, lambatnya produktifitas perusahaan, hingga banyaknya jumlah angkatan kerja yang tak sebanding dengan jumlah lapangan kerja.
“Suasana perekonomian dunia itu kan dalam posisi perang tarif, perang dagang, dan perang yang sesungguhnya bagaimana Israel dan Palestina, Isarel dengan Iran, dan sejumlah (negara) lainnya. Sehingga tentu sangat mempengerahi para pelaku ekonomi,” terangnya saat dihubungi, Selasa, 8 Juli 2025,” imbuhnya.
“Kemudian, sektor usaha mengalami perlambatan, ada pabrik yang berhenti, yang dulunya kegiatannya ada 3 menjadi sisa satu, sehingga tentu ini mempengaruhi jumlah pengangguran,” kata Jayadi Nas.
Tingginya angka pengangguran kata Jayadi, karena banyak pelaku usaha yang merubah sektor usahanya ke sektor usaha lain.
“Kemudian ada perusahaan tutup, tapi membuka usaha baru,” sebutnya.
Jumlah angkatan kerja yang tinggi yakni 4,82 juta orang ditambah dunia usaha yang kurang baik menjadi kendala utama.
“Kemudian angkatan kerja kita semakin tinggi, contohnya Universitas Unhas saja 5 kali gelar wisuda dalam satu tahu, setiap wisuda rata-rata seribu mahasiswa, sekitar 4 ribuan sarjana baru atau angkatan kerja, palingan beberapa persen saja yang terserap, maka kami meminta Universitas Hasanuddin dan Universitas yang lain, agar bagaimana kita membekali adik-adik kita Mahasiswa dan SMK, agar begitu dia selesai, tidak hanya ijazah yang kita berikan, tetapi juga kemampuan kompetensi di bidang dunia kerja juga harus, makanya kurikulum harus senantiasa dilihat dan mungkin dua semester terakhir atau satu tahun terakhir sudah bisa dilakukan praktek belajar lapangan,” tandasnya.
Jayadi juga menerangkan, perusahaan kini lebih condong memanfaatkan teknologi dibandingkan merekrut pekerja, karena dinilai lebih efiktif dan efisien.
“Teknologi yang terus berkembang, tentu ada perusahaan yang melakukan efisiensi, efektivitas, dan produktifitas yang terukur. Sekarang ini perusahaan menggunakan teknologi, dan tentunya menggeser orang, yang dulunya dikerjakan manual sekarang dengan serba teknologi,” paparnya.
Tecatat sebanyak 52,68 persen angkatan kerja rata-rata tamatan SMP ke bawah secara nasional yang kurang memahami penggunaan teknologi, sehingga otomatis kata Jayadi Nas padat karya harus lebih diperbanyak lagi.
“Ini agak sedikit repot mengikuti perkembangan teknologi, sehingga apa yang terjadi adalah tentu harus ada kebijakan strategis, jadi jangan hanya pada teknologi, tetapi padat karya yang harus mampu didorong,” pungkasnya.
Lanjut Jayadi, dari sejumlah faktor tersebut, maka pemerintah medorong para tenaga kerja meningkatan keterampilan.
“Itu semua yang menyebabkan meningkatnya pengangguran tentu harus dibuatkan strategi, ini Insya Allah kita ada upaya maksimal, bagaimana mengupgrade kemampuan praktikal tenaga kerja kita, bagaimana mengikuti apa yang menjadi kompetensi yang dipersyaratkan oleh perusahaan dan yang paling terpenting adalah bagaimana menciptakan lapangan kerja, itu kami giatkan terus berbagai macam pelatihan supaya lahir pekerja mandiri yang tidak tergantung oleh perusahaan tapi dia yang membentuk usaha dan mempekerjakan orang. Jadi keterampilan pekerja kita upgrade dengan mengadaptasikan kemajuan teknologi,” tutup Jayadi.