Ratusan Massa Tolak Eksekusi Lahan Showroom Mazda di Makassar

IMG20250428092513 scaled
creativenews.id"

MAKASSAR, CREATIVENEWS — Pengadilan Negeri Makassar melaksanakan eksekusi lahan showroom Mazda yang terletak di Jalan AP Pettarani, Kecamatan Rappocini, Makassar, pada Senin (28/4).

Eksekusi ini dilakukan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Soedirjo Aliman alias Jen Tang bersama putranya, Eddy Aliman.

Bacaan Lainnya

Pelaksanaan eksekusi sempat diwarnai kericuhan. Ratusan massa menolak pengosongan lahan dan terlibat adu mulut serta pelemparan terhadap aparat.

Untuk mengantisipasi gangguan keamanan, kepolisian bersama Dinas Perhubungan Makassar menutup satu jalur di Jalan A.P. Pettarani guna kelancaran proses pengosongan showroom.

Kabag Ops Polrestabes Makassar, AKBP Darwis, menyampaikan bahwa pihaknya telah memprediksi adanya perlawanan dari massa.

“Sudah diprediksi ada perlawanan. Kami menurunkan sekitar 900 personel gabungan dari Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel,” ujar Darwis.

Meski terjadi pelemparan batu, ia memastikan tidak ada kontak fisik langsung antara massa dan aparat. Namun, polisi mengamankan dua orang yang diduga melakukan tindakan anarkis.

“Namanya eksekusi lahan, pasti ada pengosongan, termasuk barang-barang. Ada beberapa mobil yang dikeluarkan dari showroom. Kami hanya melakukan pengamanan, soal barang itu wewenang panitera,” jelasnya.

Situasi sempat memanas, namun kini telah kembali kondusif. Pihak kepolisian masih bersiaga di lokasi untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tim Kuasa Hukum pemilik lahan showroom Mazda Ricky Tandiawan, mengatakan, sikap Jen Tang dan Eddy tersebut dinilainya telah melanggar kesepakatan bersama yang dibuat secara tertulis di Jakarta pada 12 Agustus 2024 dan dihadapan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri yang saat itu dijabat oleh Brigjen Pol. Djuhandani Rahardjo Puro SH, MH.Di mana dalam kesepakatan bersama tersebut, baik Jen Tang maupun Eddy serta pihak Ricky Tandiawan menyepakati untuk mengakhiri dan atau mengesampingkan isi/amar putusan sengketa perdata aquo masing-masing dengan perkara perdata nomor 108/PDT.G/1996/PN.Uj.Pdg, tanggal 3 Maret 1997 juncto putusan perkara perdata nomor 372/PDT/1997/PT.Uj.Pdg, tanggal 18 Juni 1998 juncto putusan perkara perdata nomor 2479 K/PDT/1999 tanggal 16 Januari 2001 juncto putusan perkara perdata nomor 748 PK/PDT/2009, tanggal 9 Juli 2010 juncto putusan perkara perdata nomor 175/PDT.G/2011/PN.Mks tanggal 2 Mei 2012 juncto putusan perkara perdata nomor 243/PDT/2012/PT.Mks tanggal 19 September 2012 juncto putusan perkara perdata nomor 2273 K/PDT/2013 tanggal 21 Februari 2014 juncto putusan perkara perdata nomor 231 PK/PDT/2015 tanggal 14 September 2015 juncto putusan perkara perdata nomor 836 PK/2020 tanggal 16 Desember 2020.

Sehingga dengan demikian, maka baik sekarang maupun dikemudian hari putusan tersebut dianggap telah tidak mempunyai daya eksekusi.

“Ini tercantum dalam Pasal 1 kesepakatan bersama yang dibuat secara tertulis,” ucap terangnya.

Atas Pasal 1 tersebut, pihak Ricky Tandiawan juga akhirnya menyepakati untuk mencabut Laporan Polisi Nomor LP/B/0313/VI/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 23 Juni 2022, di mana Ricky melalui Kuasa Hukumnya telah melaporkan Jen Tang maupun Eddy dengan dugaan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan/atau pemalsuan surat dan/atau menggunakan hak benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 383 KUHP.

“Dan oleh Pak Ricky ini juga disepakati agar turut mencabut laporan pidananya terhadap Jen Tang dan Eddy dan ini jelas tertuang dalam Pasal 2 kesepakatan bersama mereka,” tutur ungkapnya.

Kemudian dalam Pasal 3 kesepakatan bersama itu juga masing-masing pihak menyepakati bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 20196/ Kel. Tidung, Surat Ukur Nomor 01355/2008 dengan luas tanah 3825 M2 tertulis dan terbaca atas nama Ricky Tandiawan dinyatakan tetap sah dan mengikat secara hukum.

“Jadi masing-masing pihak bersepakat membangun kesepakatan bersama yang mereka buat secara sadar tanpa ada paksaan dan atau tekanan dari pihak manapun. Anehnya belakangan kok mereka pihak Jen Tang dan Eddy justru melanggarnya dengan diam-diam mengajukan kembali permohonan pelaksanaan eksekusi atas keputusan perkara perdata yang ada dalam Pasal 2 kesepakatan bersama yang telah diterangkan di atas,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *