MAKASSAR, CREATIVENEWS – Sulawesi Selatan (Sulsel) menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor perhotelan seiring dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berfokus pada pemangkasan belanja negara dan daerah, diprediksi akan menyebabkan tingkat hunian dan pertemuan atau rapat di hotel secara menurun signifikan, sehingga memaksa pelaku industri perhotelan untuk mengurangi jumlah karyawan.
Pj Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Prof. Fadjry Djufry, menyatakan bahwa pemangkasan anggaran ini tak hanya berdampak di daerah, tetapi juga mencakup kementerian dan lembaga.
Meskipun ia memahami kebijakan efisiensi ini, Fadjry menekankan pentingnya memastikan bahwa program prioritas dapat tetap dilaksanakan.
Ia juga mengaku telah melakukan pertemuan dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulsel untuk membahas terkait dampak sektor perhotelan yang akan terkena imbas dari kebijakan tersebut.
“Memang ada kekhawatiran dari sektor perhotelan, karena pengurangan belanja negara tentu bisa berdampak pada okupansi hotel yang menurun. Namun, kami juga berusaha untuk melibatkan hotel dalam berbagai acara yang diselenggarakan pemerintah, sehingga tidak akan ada pemangkasan pertemuan yang mengurangi pendapatan hotel,” ujar Fadjry, Minggu, 3/2/2025.
Ketua (PHRI) Sulawesi Selatan, Anggiat Sinaga, dalam siaran persnya mengungkapkan kecemasan yang mendalam terkait Inpres ini. Menurut Anggiat, kebijakan efisiensi anggaran dapat berdampak langsung pada tingkat hunian hotel yang semakin menurun.
Jika kondisi ini berlanjut dalam jangka panjang, industri perhotelan terancam menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Besar kemungkinan akan ada pengurangan jumlah karyawan. Gaji karyawan adalah biaya tetap terbesar dalam bisnis perhotelan, jadi efisiensi yang terpaksa dilakukan akan berdampak pada PHK. Kami khawatir akan ada ribuan karyawan yang kehilangan pekerjaan,” jelas Anggiat.
Selain PHK, Anggiat juga memperingatkan tentang potensi terjadinya kredit macet di kalangan pelaku industri perhotelan. Dengan okupansi yang terus turun, kemampuan hotel untuk membayar pinjaman bank akan terhambat, sehingga berisiko menambah tumpukan kredit yang tidak bisa dikembalikan.
“Jika situasi ini terus berlanjut, kita bisa melihat adanya kredit macet, dan lebih parah lagi, angka pengangguran yang meningkat dapat berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas,” tambah Anggiat.
Menanggapi keluhan dari sektor perhotelan, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sulsel, Jayadi Nas, mengatakan bahwa pemerintah akan terus mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mengambil keputusan terkait pemangkasan anggaran.
Ia menegaskan bahwa meskipun kebijakan efisiensi anggaran adalah langkah yang harus diambil, pemerintah akan berusaha mencari solusi yang menguntungkan semua pihak, termasuk sektor perhotelan.
“Pemerintah tidak akan serta-merta membuat kebijakan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan, termasuk potensi PHK. Kami sudah mendengar kekhawatiran dari PHRI dan sektor lainnya, dan kami akan berusaha mencari langkah strategis terbaik agar tidak ada sektor yang terlalu dirugikan,” ujar Jayadi, saat ditemui di Kantir Gubernur Sulsel, Senin, 3/2/2025.
Pemerintah berharap, meskipun ada tantangan dalam implementasi kebijakan ini, sektor perhotelan dan industri lainnya tetap bisa menemukan solusi dan menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dengan keberlangsungan bisnis dan lapangan pekerjaan.
“Banyak hal yang perlu diperhatikan, disisi lain ada PHK tapi disisi lain ada lapangan pekerjaan baru, tinggal yang terpenting kita menunggu dulu kebijakan dan langkah strategis apa yang ditentukan didalam mencermati aspirasi dari teman PHRI, Pariwisata dan bidang-bidang lain, yang jelas kami sudah melakukan efesiensi sesuai arahan pemerintah pusat,” tukasnya.
Diketahui pemerintah Indonesia mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 terkait efisiensi belanja negara dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk Tahun Anggaran 2025.
Instruksi tersebut diumumkan pada 22 Januari 2025, yang mengarah pada pemangkasan anggaran di berbagai sektor untuk mencapai target efisiensi sebesar Rp306,69 triliun.
Dalam Inpres tersebut, Presiden Prabowo Subianto mengarahkan sejumlah pejabat negara—mulai dari para Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, hingga para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota—untuk melakukan langkah-langkah penghematan anggaran.
Pemerintah menargetkan pengurangan belanja sebesar Rp256,1 triliun dari kementerian/lembaga dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah.
Salah satu langkah yang disoroti adalah pembatasan belanja non-prioritas, seperti seremonial, studi banding, dan perjalanan dinas.
Gubernur, bupati, dan wali kota diminta untuk mengurangi perjalanan dinas hingga 50%, sebagai upaya untuk memfokuskan anggaran pada program-program prioritas yang lebih berdampak langsung kepada masyarakat, seperti pemberian makan bergizi gratis dan pemeriksaan kesehatan gratis.